Sabtu, 28 November 2009

pagi . . .


menyeduh dinginnya pagi
dalam secangkir kehangatan
mereguknya dalam-dalam
karena semalaman mengarungi malam

lelah ini
aku persembahkan pada kearifan pagi
entah itu linang embunnnya . . .
untaian nafasnya . . .
lirih suaranya . . . yang selalu membunyikan asa
mengajak manusia-manusia
rentangkan syukur padaNya

aku . . .
pagi . . .
enggan beranjak

Minggu, 22 November 2009

harusnya kau rasakan itu

Rasakan sejuknya lautku

Kembalilah ke pelukan ombak

Bersama kau selami dalamnya tangisan hujan pada samudra

Mengapa tidak kau campakkan siang dan pagi??

Lalu tebarkan sayangmu sedalam lautan . . .

Pada senyap angin dan raungan bahasa malam

Sekarang . . .

Kemana kau akan bernaung?

Duka terlewat dahaga

Pada gempita kelap-kelip rona senja

Tidak kau lihat semua keajaiban nyata

Hanya merunduk . . .

Menghirup sepoi nelangsa . . .

Yang kau cari . . .

Sebenarnya ada pada bentang para pendusta itu

Mengapa tidak kau penggal kepala mereka??

Untuk kau persembahkan pada malammu

Nyalimu tidak lebih dari keringnya tanah lahirmu . . .

Sesaknya nafas rakyatmu . . .

Ketukkan jantung mereka yang lemah

Seandainya kau bisa rasakan itu . . .

angkasa untuknya

dengan langit
memasrahkan sejuta ingin
dari setiap asa pendusta

terlalu ironis
untuk menyapa hamparannya
kosong
mengering

dan ada pecahan batu
bertikai di bantaran sungai
kuharap itu
bukan aku
tapi . . .
tidak salah jika dia
ingin mereguk beningnya

sudi menahan
desakan angin
sayapnya lelapkan siang
hingga sanggup dia patahkan
tangisan dunia

jatuh di genangan canda semesta
redakan gerimis
tentang merenda kebahagiaan

asalkan
mereka tidak rasakan
badai
yang ia rasakan

tempatnya mencari
kerinduan-kerinduan
kepada . . .
angkasa

ketika sayapnya
terluka untuk menginstirahatkannya
demi perjalanan berikutnya

Rabu, 18 November 2009

pergi

hilang . . .
coba mencari kemana riak pesisir
menenggelamkannya

menyurutkan niat sesat
karena mencarinya adalah sekat
relakan dia . . .
mungkin itu lebih bijak

Minggu, 08 November 2009

mereka yang ada di sana

jauh . . . jauh ke sana
tak pernah kuhela nafas seikhlas gunung membelah samudera
ketika melihat sebagian tubuh ini . . . bahagia

hanya di sana . . .
kutitipkan kerinduan
kepada sekelompok orang yang habiskan cerita dengan tawa
yang biarkan celah syukur menganga . . .
hingga aku katakan . . .
terima kasih

seharusnya . . .
sajak tempatku berpijak
kupaksakan muntahkan sejuta kata
tanpa arti dan tanpa makna
untuk kalian yang masih ada di sana
tolong . . .
setangkup doa lagi
untukku . . .

aku mengemis demi bahagiaku
kalian di sana
pahamilah . . .
makanya separuh bahagia itu . . .
kupercikan ke semua tempat
yang pernah terlewat

sejauh harapku tentang . . .
bahagia itu akan nyata
akan ada seutuhnya



Rabu, 04 November 2009

dimana kau? jawaban

risau
melangkah tanpa lentera
di depan sana buntu atau tidak?
hanya perasaan yang terus menyerupai setan
membelenggu logika berpikir

kumohon jangan hantui
tidak ada yang kupunya
seharusnya kau tidak usah harapkan apa-apa

berjalan di jalan ini
biarkan jejak ini tidak ada satupun yang mengikuti
kata hati ini lebih berarti
dan aku sama sekali tidak bermaksud untuk meninggi
sesunggugnya aku manusia sunyi

betul-betul tidak layak
kupinta harap beranakpinak
aku hanya hamba yang pantas diinjak-injak
disiram dengan arak

jalan ini . . .
senyap sambil kuratap
hidup ini . . . aku merindukan jawab