Selasa, 22 September 2009

Pelipur dosa



Jangan ada sekat di setiap celah jari
biarkan rapat
mengunci pintu keresahan hati
pada gelagat bangsat dunia

dekap erat deras beningnya
cumbu dia....
Biarkan bibirmu dan bibirnya menyatu
biarkan sucinya
setubuhi ragamu
genggam kesejukkan yang selama ini kau cari

merasa terhibur pada endapan syukur
bisa gagahi keheningannya
tambatan sejuta pilu
dan biarkan semua berlalu

Senin, 21 September 2009

pengembara jalang

Masih sanggupkah?

Kau relakan sepasang kakimu untuk melangkahi siang

Bernaung di bawah garangnya matahari

Tidakkah kau temukan elang siang yang mungkin

Jauh lebih tangguh dari pengembara sepertimu

Tidakkah ingin kau belajar darinya

Bagaimana melebarkan sayap dan membunuh apa saja yang bergerak

Haram kau bersujud pada siang

Apalagi sampai mencumbu kakinya

Lebih pantas kau hadiahkan legitnya air liurmu

Untuknya . . . sahabat dalam pencarianmu

Kau bukan penyair!

Yang mempuitisi siang demi uang atau senang (mungkin?)

Siang selalu memukau

Penyair yang mengelukan

Pengembara yang akan taklukan



terinpirasi dari: Abah

sajak

minumlah sajak bikinanku

segelas . . . dua gelas . . . .

sesukamu . . .

sampai haus yang matikanmu . . . membisu!


setiap bait itu

kumohon jangan kau pernah rindu

dari bilik purnama nanti dia akan datang

menemuimu . . .??!!


jangan pernah kau panggil . . .

sajakku bukan babu


yang datang setiap kali kau mau!


jika kau ingin menemuiku sajakku

ajaklah orang lain bersamamu

meminang fatamorgana

dengarkan "dia" bicara

Hamba sujud di kaki alam
Menyaksikan riak kecil empati langit
Kepada rindang khatulistiwa
Mungkin wewangian bidadari mustahil tercicipi lagi di sana
Sejarah yang merekam pencarian manusia
Pada sela-sela kebahagiaan makhluk lain

Berebut indahnya duniawi
Meletakkan naluri sebagai insan-insan
Hanya bisa agungkan tirani
Tai kucing dengan nurani
Lebih baik menajamkan pedang
Agar dimulainya perang
Daripada memadamkan arang
Lalu tersenyum pulang

Tempatmu berpijak
Kini telah retak

Sadis

Terlunta.....
Mengais cinta
merana......
Dibinasakan cinta
percuma.....
Selalu dicaci dunia
karena.....
Cinta yang sia-sia
dimana?
Cinta tersisa
kudamba........
Bukan cinta pura-pura
tak pula.....
Kekasih utusan dewa
yang hanya.....
Imajinasi belaka

Disaksikan bulan [2]

Sudah cukup babak belur
nafsu liar tak kunjung mati
paras wanita-wanita lacur
birahi yang terus mengucur

malam
malam
malam
malam
entah pesona apa lagi yang kau tawarkan
entah kehancuran apalagi yang kau janjikan
keparat bangsat....malam
jangan pernah kau tawarkan keadilan!

Disaksikan bulan [1]

Laju bunyi jangkrik
mengisi setiap relung kosong
jiwa-jiwa merindukan sujudnya bintang dan bulan

derai pilu tabir menguntit dari belakang
mata-mata dari langit
mengawasi setiap jalannya hidup nan sarkas
resapi hela demi helanya kepenatan

bersandar pada dinding bambu
kembali meresapi hela demi hela kepenatan
tidak merasa sendi-sendi ini
terhadap panggilan roh-roh hampa
yang menguliti kemanusiaan